[Syair Muhasabah] Renungan Kematian
[Syair Muhasabah] Renungan Kematian
Rosulullahi -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: “Perbanyaklah mengingat pelebur kenikmatan!” (yakni: kematian) [HR. Tirmidzi dan yang lainnya, dengan sanad yang Hasan].
Mari mengingatnya melalui bait-bait berikut:
سَوْفَ يَمضِي بِنَا مَركبٌ لِلْوَداع
يَسْتَحِثُّ الخُطى والدُّموع الشِّراع
عَالَمٌ لم يــزلْ يَسْتَلِذُّ الْمَتَاع
أنْتُمُ إخْـوَتِي خَيْرُ هَذَا الْمَتَاع
Kita akan diangkut oleh ‘kendaraan perpisahan’ (baca: keranda kematian)
Yang harus diusung dg langkah kaki dan derasnya air mata kesedihan
(Meski) dunia terus mengajak kita, menikmati keindahannya
Dan kalianlah sahabat-sahabatku, sebaik-baik keindahannya
آهٍـ يَا إخْوَتِي بُـعدُكم لا يُراد
كيف أنسى أخي كيف يحلو الرقاد
Sahabat-sahabatku… Jauhnya kalian (karena kematian), tak mungkin diharapkan lagi
Bagaimana kan kulupakan sahabatku, bagaimana pula tidur indah kan kunikmati
دمْعُ عَيْنِي جرَى واستطَالَ السَّوَاد
يا إلَهَ الوَرَى اُلْطُفَنْ بِالعِـبَاد
Linangan air mataku terus mengalir (karenanya), hingga hitamnya garis mata tampak memanjang
Ya Tuhan alam semesta, berilah seluruh hamba-Mu lembutnya kasih sayang
دُنْيَانَا يَالَهَا تَجْرِي مَجْرَى السَّحَاب
وَهْيَ تَسْعَى بِنَا نَحْوَ يَوْمِ الْحِسَاب
Lihatlah dunia kita, ia lari seperti larinya awan
Dia berlari bersama kita, menuju hari perhitungan
إِخْوَتِي رَدِّدُوا صَوْتَكُم مُسْتَطَاب
لَسْنَا نَرْجُو سِوَى دَعْوَةً لِلصِّحَاب
(Seakan sahabat kita yg meninggal itu mengatakan:)
Sahabat-sahabatku, teruslah dg suara kalian yg baik (dan penuh berkat)
Kami tidak mengharapkan, melainkan doa (kebaikan) untuk para sahabat
إخوتي عاهِدوا اللهَ فوق السَّمَاء
أن يكونَ لنا في القريبِ لِقاء
Sahabat-sahabatku… berjanjilah kepada Allah yg berada di atas langit
Bahwa kita akan berjumpa dalam waktu dekat
إخوتي عاهِدوا اللهَ فوقَ السماء
أن يَرى كَفَّكم ضارِعًا بالدُّعاء
Sahabat-sahabatku… berjanjilah kepada Allah yg ada di atas langit sana
Untuk melihat tangan kalian, menunduk dengan doa (untuk kita).
Syair Renungan di atas:
Kurenungi bait-baitnya dengan mendalam… ia seakan barisan ombak yg terus berdatangan dalam pendengaran… beribu angan menghampiri pikiranku… dan perasaan halus terus mengusik jiwaku…
Kutanya diriku: benarkah ‘kendaraan perpisahan’ itu benar-benar akan menghampiriku?!
Akankah kutulis wasiat terakhir, kepada setiap orang yg kucintai, sebelum kepergianku?!
Lalu apakah isi wasiat terakhirku itu? Yang harus cepat ku tulis sebelum kutinggalkan duniaku?
Ibuku… bapakku… saudara-saudaraku… saudari-saudariku… rumahku… istriku…
sahabat-sahabat… teman-teman… rekan-rekan kerja… kenalan-kenalan… kantor… computer… internet?
Jalanan… masjid… anak-anak kecil di jalanan dan desa… detik-detik bahagia… masa-masa sedih, sakit, dan perjuangan… Akankah kutinggalkan dunia ini, yg terus mengajakku menikmati keindahannya… beserta semua saudara dan orang-orang tercinta yg hidup di dalamnya
Siapakah yg akan kuberi kata perpisahan?… Siapa pula yg akan kulupakan dari sapaan salam?… Bahkan, punyakah aku waktu yg cukup untuk menyampaikan salamku kepada semua orang yg kucinta?
Siapakah dari mereka yg sudi memaafkanku?… Siapa pula yg merasa kehilangan diriku?… Bahkan siapakah yg aku malah lebih kehilangan dia?
Canda-tawa manakah yg akan teringat dibenakku?… Dan wajah manakah yg akan mempengaruhi raut wajahku?… Berapakah lautan yg mencukupi mataku untuk mengucurkan tangisnya?
Bagaimana diriku akan sabar dan tahan setelah ini semua?…
Ya Tuhanku… betapa rapuhnya hati kami sebagai manusia, ketika pribadi-pribadi ini pergi bersama ruh yg bersih nan suci… Betapa kerasnya jeritan hati, untuk orang yg dilahap oleh waktu di hadapanku, atau aku yg dilahap waktu di hadapannya… Di masa sedih itu, betapa tingginya jeritan ‘aaaah’ di tenggorokanku yg ku sertakan bersama ruh-ruh kalian yg mulia
Maka terimalah suratku ini, yg berisi permohonan maafku, sebelum datang waktu itu… Saat jiwa lelahku, berada diantara tubuh yg tidak kuat lagi pergi menghampirimu…
Apapun kesalahan kalian terhadapku, maka sungguh aku mempersaksikan kepada Allah, bahwa aku telah merelakan dan memaafkannya… bahkan aku telah melupakannya… dan seakan tidak pernah ada… Maka maafkanlah salah-salahku!
Jika nantinya tanah telah menutupi jasadku… Dan alam lain telah melingkupiku… Maka ingatlah… Ingatlah, bahwa suatu hari, aku telah mengirimkan surat terakhirku ini… Dan janganlah lupa mendoakanku dengan doa yg baik di saat ku telah tiada
Aku benar-benar yakin, bahwa jeritan hatiku untuk sahabat-sahabat dan orang-orang tercintaku ini, nantinya juga akan menghampiri jiwa-jiwa kalian yg mulia… dan kalian akan mengirimkannya kepada setiap orang yg kalian cintai… kepada setiap orang yg kalian hargai… kepada setiap orang yg kalian hormati
Harapan-tertinggiku… Apabila sampai suratku ini… Balaslah surat ini dengan empat kata:
Aku telah memaafkanmu sahabatku…
Mari mengingatnya melalui bait-bait berikut:
سَوْفَ يَمضِي بِنَا مَركبٌ لِلْوَداع
يَسْتَحِثُّ الخُطى والدُّموع الشِّراع
عَالَمٌ لم يــزلْ يَسْتَلِذُّ الْمَتَاع
أنْتُمُ إخْـوَتِي خَيْرُ هَذَا الْمَتَاع
Kita akan diangkut oleh ‘kendaraan perpisahan’ (baca: keranda kematian)
Yang harus diusung dg langkah kaki dan derasnya air mata kesedihan
(Meski) dunia terus mengajak kita, menikmati keindahannya
Dan kalianlah sahabat-sahabatku, sebaik-baik keindahannya
آهٍـ يَا إخْوَتِي بُـعدُكم لا يُراد
كيف أنسى أخي كيف يحلو الرقاد
Sahabat-sahabatku… Jauhnya kalian (karena kematian), tak mungkin diharapkan lagi
Bagaimana kan kulupakan sahabatku, bagaimana pula tidur indah kan kunikmati
دمْعُ عَيْنِي جرَى واستطَالَ السَّوَاد
يا إلَهَ الوَرَى اُلْطُفَنْ بِالعِـبَاد
Linangan air mataku terus mengalir (karenanya), hingga hitamnya garis mata tampak memanjang
Ya Tuhan alam semesta, berilah seluruh hamba-Mu lembutnya kasih sayang
دُنْيَانَا يَالَهَا تَجْرِي مَجْرَى السَّحَاب
وَهْيَ تَسْعَى بِنَا نَحْوَ يَوْمِ الْحِسَاب
Lihatlah dunia kita, ia lari seperti larinya awan
Dia berlari bersama kita, menuju hari perhitungan
إِخْوَتِي رَدِّدُوا صَوْتَكُم مُسْتَطَاب
لَسْنَا نَرْجُو سِوَى دَعْوَةً لِلصِّحَاب
(Seakan sahabat kita yg meninggal itu mengatakan:)
Sahabat-sahabatku, teruslah dg suara kalian yg baik (dan penuh berkat)
Kami tidak mengharapkan, melainkan doa (kebaikan) untuk para sahabat
إخوتي عاهِدوا اللهَ فوق السَّمَاء
أن يكونَ لنا في القريبِ لِقاء
Sahabat-sahabatku… berjanjilah kepada Allah yg berada di atas langit
Bahwa kita akan berjumpa dalam waktu dekat
إخوتي عاهِدوا اللهَ فوقَ السماء
أن يَرى كَفَّكم ضارِعًا بالدُّعاء
Sahabat-sahabatku… berjanjilah kepada Allah yg ada di atas langit sana
Untuk melihat tangan kalian, menunduk dengan doa (untuk kita).
Syair Renungan di atas:
Kurenungi bait-baitnya dengan mendalam… ia seakan barisan ombak yg terus berdatangan dalam pendengaran… beribu angan menghampiri pikiranku… dan perasaan halus terus mengusik jiwaku…
Kutanya diriku: benarkah ‘kendaraan perpisahan’ itu benar-benar akan menghampiriku?!
Akankah kutulis wasiat terakhir, kepada setiap orang yg kucintai, sebelum kepergianku?!
Lalu apakah isi wasiat terakhirku itu? Yang harus cepat ku tulis sebelum kutinggalkan duniaku?
Ibuku… bapakku… saudara-saudaraku… saudari-saudariku… rumahku… istriku…
sahabat-sahabat… teman-teman… rekan-rekan kerja… kenalan-kenalan… kantor… computer… internet?
Jalanan… masjid… anak-anak kecil di jalanan dan desa… detik-detik bahagia… masa-masa sedih, sakit, dan perjuangan… Akankah kutinggalkan dunia ini, yg terus mengajakku menikmati keindahannya… beserta semua saudara dan orang-orang tercinta yg hidup di dalamnya
Siapakah yg akan kuberi kata perpisahan?… Siapa pula yg akan kulupakan dari sapaan salam?… Bahkan, punyakah aku waktu yg cukup untuk menyampaikan salamku kepada semua orang yg kucinta?
Siapakah dari mereka yg sudi memaafkanku?… Siapa pula yg merasa kehilangan diriku?… Bahkan siapakah yg aku malah lebih kehilangan dia?
Canda-tawa manakah yg akan teringat dibenakku?… Dan wajah manakah yg akan mempengaruhi raut wajahku?… Berapakah lautan yg mencukupi mataku untuk mengucurkan tangisnya?
Bagaimana diriku akan sabar dan tahan setelah ini semua?…
Ya Tuhanku… betapa rapuhnya hati kami sebagai manusia, ketika pribadi-pribadi ini pergi bersama ruh yg bersih nan suci… Betapa kerasnya jeritan hati, untuk orang yg dilahap oleh waktu di hadapanku, atau aku yg dilahap waktu di hadapannya… Di masa sedih itu, betapa tingginya jeritan ‘aaaah’ di tenggorokanku yg ku sertakan bersama ruh-ruh kalian yg mulia
Maka terimalah suratku ini, yg berisi permohonan maafku, sebelum datang waktu itu… Saat jiwa lelahku, berada diantara tubuh yg tidak kuat lagi pergi menghampirimu…
Apapun kesalahan kalian terhadapku, maka sungguh aku mempersaksikan kepada Allah, bahwa aku telah merelakan dan memaafkannya… bahkan aku telah melupakannya… dan seakan tidak pernah ada… Maka maafkanlah salah-salahku!
Jika nantinya tanah telah menutupi jasadku… Dan alam lain telah melingkupiku… Maka ingatlah… Ingatlah, bahwa suatu hari, aku telah mengirimkan surat terakhirku ini… Dan janganlah lupa mendoakanku dengan doa yg baik di saat ku telah tiada
Aku benar-benar yakin, bahwa jeritan hatiku untuk sahabat-sahabat dan orang-orang tercintaku ini, nantinya juga akan menghampiri jiwa-jiwa kalian yg mulia… dan kalian akan mengirimkannya kepada setiap orang yg kalian cintai… kepada setiap orang yg kalian hargai… kepada setiap orang yg kalian hormati
Harapan-tertinggiku… Apabila sampai suratku ini… Balaslah surat ini dengan empat kata:
Aku telah memaafkanmu sahabatku…
Komentar
Posting Komentar